Teori ini membantu menjelaskan perbedaan-perbedaan budaya dalam merespons konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa setiap orang dalam setiap budaya sebenarnya selalu menegosiasikan face. Face adalah istilah kiasan untuk public self-image, yaitu bagaimana kita ingin diperlakukan oleh oran glain. Sedangkan facework berhubungan dengan pesan-pesan verbal dan nonverbal spesifik yang membantu memelihara dan memulihkan face loss (kehilangan muka), dan untuk menegakkan dan serta menghormati face gain. Teori ini menyatakan bahwa facework dari budaya individualistic sangat berbeda dengan facework budaya kolektivistik. Artinya, jika facework-nya berbeda, maka cara menangani konfliknya juga berbeda.
Collectivism Versus Individualism
Teori ini berdasar pada pembedaan antara collectivism dan individualism. Menurut Harry Triandis, perbedaan antara keduanya dapat dilihat dari cara mendefinisikan tiga istilah, yaitu self (diri), goals (tujuan), dan duty (tugas). Menurut Triandis, orang yang kolektivis mendefinisikan self-nya sebagai anggota dari kelompok-kelompok tertentu, dia tidak akan melawan tujuan kelompok, serta melaksanakan tugas yang berorientasi pada lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi. Orang-orang kolektifis biasanya menilai orang baru berdasarkan asal kelompoknya. Bukan berarti mereka tidak peduli pada tamu mereka, tetapi hal ini semata-mata karena mereka menganggap keunikan individual tidak lebih penting daripada group-based information.
Sedangkan orang yang individualis akan mendefinisikan self-nya sebagai seseorang yang independent dari segala kelompok afiliasi, tujuannya adalah memenuhi kepentingan pribadinya, dan melakukan segala tugas yang menurutnya menyenangkan dan menguntungkan diri sendiri. Selain itu, orang yang individualistis tertarik mengenal seseorang karena keunikannya dan kepribadiannya.
The Multiple Faces of Face
Ting-Tomeey melihat bahwa face menjadi perhatian universal bagi setiap orang. Ini terjadi karena face adalah perluasan dari self-concept, vital, dan identity-based resource. Menurut Brown dan Levingson, face adalah ‘the public self-image’ yang ngin ditampilkan sebagai diri oleh setiap orang dalam masyarakat. Ting-Toomey mendefinisikan face sebagai ‘the projected image’ mengenai diri seseorang dalam sebuah relational situation.
Selanjutnya, Ting-Toomey menyoroti isu-isu yang mengubah face menjadi objek studi multifaceted. Face bermakna berbeda pada orang yang berbeda, bergantung pada budaya dan identitas individualnya.
Face-restoration adalah strategi facework yang digunakan untuk mencanangkan tempat unik, mempertahankan otonomi, dan melawan segala usaha untuk menghilangkan kebebasan pribadi. Face-restoration adalah tipikal face strategy dalam budaya individualistis. Karenanya, ketika ada masalah, orang yang individualistis akan lebih membela dan meyalamatkan wajah mereka dengan menyalahkan situasi yang tengah terjadi.
Face-giving adalah perhatian untuk orang lain yang merupakan facework strategy untuk mempertahankan atau mendukung kebutuhan seseorang untuk menjadi bagian dari kelompok. Ini merupakan karakteristik face strategy yang digunakan masyarakat kolektifis.
Face: Linking Culture and Conflict Management─Menghubungkan Budaya dan Managemen Konflik
Teori face-negotiation dari Ting-Toomey menawarkan rantai kausal dua langkah dengan face maintenance sebagai rantai penjelasan antara budaya dan gaya penanganan konflik.
Type of culture → Type of maintenance → Type of conflict management
Berdasarkan karya M. Afzalur Rahim, Ting-Toomey mengidentifikasikan 5 respons yang berbeda pada berbagai situasi bardasarkan perbedaan kebutuhan, kepentingan, atau tujuan, yaitu:
§ Avoiding, yaitu menghindari diskusi dengan kelompok tentang perbedaan yang kita miliki.
§ Obliging, yaitu menyampaikan harapan atau keinginan kepada kelompok, tetapi menyerahkan keputusan sepenuhnya pada kelompok.
§ Compromising, yaitu mengadakan give-and-take atau saling bertukar pikiran agar kompromi bisa diciptakan.
§ Dominating, yaitu teguh dalam mempertahankan pendapat pribadi demi kepentingan pribadi.
§ Integrating, yaitu saling bertukar informasi yang akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama.
Di bawah ini diperlihatkan diagram mengenai kelima tipe menagemen konflik berdasarkan culture-related face concern.
Pada diagram di atas, terlihat bahwa obliging, compromising, dan avoiding berada pada area collectivism. Ketiganya juga berada pada titik yang berbeda pada aarea tersebut, bergantung pada tingkat kepedulian terhadap self-face-nya sendiri. Begitu juga dengan integrating dan dominating. Terlihat bahwa integrating adalah level ketika seseorang meletakkan pendapat atau tujuan pribadi tidak semata-mata untuk memenuhi kepentingan pribadinya, tetapi juga karena ia peduli pada orang lain.
A Revised-Face Negotiation Theory
Ting-Toomey merevisi diagram yang ditawarkannya dengan melihat bahwa tidak hanya budaya yang mempengaruhi gaya managemen konflik orang. Ia menambahkan perhatian pada power (kekuasaan) pada teorinya.
§ Konflik Gaya Baru
Karena selama ini menggunakan sample penelitian orang Barat, Ting-Toomey melihat ada sesuatu yang kurang dalam teorinya ketika penelitiannya mengacu pada keragaman etnik yang ada di dunia. Ia kemudian menambahkan gaya:
emotional expression§, menunjukkan segala perasaan yang dimiliki hati dan diriku,
§ passive aggression, tanpa benar-benar mengatakan bahwa seseorang malas, berusaha membuat orang lain merasa bersalah, dan
§ third-party help, mencari bantuan pihak ketiga sebagai penengah agar jalan keluar bisa dicapai.
§ Power Distance
Hofstede mendefinisikan power distance sebagai suatu perluasan di mana anggota mayarakat dengan power yang lebih lemah menerima bahwa power sebenarnya terdistribusi secara tidak sama (unequal).sebagai contoh, masyarakat dengan fragmentasi sosial yang tinggi seperti Meksiko, menerima bahwa kekuasaan memang tidak terdistribusi secara sama. Karena itu mereka menerima sistem pemerintahandan pengambilan keputusan yang autokratis. Sebaliknya di Amerika Serikat, di mana setiap individu disebut-sebut memiliki hak yang sama, sistem pemerintahannya demokratis.
Application: Competent Intercultural Facework
Tujuan utama yang hendak dicapai oleh teori milik Ting-Toomey ini adalah mengidentifikasi bagaimana orang-orang dengan budaya yang berbeda dapan bernegosiasi (negotiate face) atau menangani konflik. Menurutnya, ada tiga syarat ketrampilan yang harus dipenuhi agar komunikasi antarbudaya bisa efektif, yaitu:
§ Knowledge─pengetahuan, adalah dimensi terpenting dalam kompetensi facework. Untuk bisa berkomunikasi dengan orang baru, kita harus tahu hal-hal yang berbeda antara kita dengannya. Dari situ kita bisa mengatur strategi apa yang bisa kita gunakan untuk berkomunikasi dengannya
§ Mindfulness─artinya waspada terutama pada asumsi, sudut pandang, dan kecenderungan etnik kita sendiri ketika kita memasuki situasi yang tidak biasa (unfamiliar situation). Minfulness adalah memperhatikan perspektif dan interpretasi orang lain yang asing bagi kita dengan memandang intercultural episode.
§ Interaction skill─yaitu kemampuan untuk berkomunikasi secara tepat, efektif, dan adaptif dalam setiap situasi yang kita alami.
Kritik: Confounded by Individual Differences─Dikacaukan oleh Perbedaan-Perbedaan Individual
Beberapa kritik yang dilontarkan pada teori ini adalah:
Contoh yang diberikan dalam teori ini menggambarkan budaya kolektivisme orang Jepang dan budaya individualisme orang Amerika Serikat. Namun sangat berbahaya menciptakan stereotype yang general bagi masyarakat Jepang atau Amerika Serikat. Kenyataannya, ketika digambarkan dalam satu garis lurus, ada area yang overlapping atau tumpang tindih antara perilaku kolektivisme atau individualisme masyarakat Jepang maupun Amerika Serikat.
Ting-Toomey memperkenalkan konsep independent dan interdependent dengan mengacu pada ‘derajat di mana orang akan merasa dirinya adalah manusia otonom atau terhubung dengan orang lain’. Markus dan Kitayama menyebutnya dengan self-construal atau self-image. Karenanya kemudian Ting-Toomey merevisi teori face-negotiation-nya menjadi
sumber : http://ardhyanaandmediastudies.blogspot.com/2010/07/face-negotiation-theory-stella-ting.html
0 Komentar