Keping tujuh saat tidak ada satu
Berbicara seni berati berbicara berdiam diri.
Bercermin
bernyanyi pada kertas serta penoda
Tatkala sang penyair berdesah dan bersenandung
menyairkan
Berbicara isi kalbu :
musik seirama berjalan-jalan sempoyongan dan “komat-kamit”
tak heran jika puisi tidak serta,
Jika puisi tidak secara universal dimengerti
tidak heran jika puisi itu hanya seiman
se-tuhan..
Tetapi, ketika seorang bersama dengannya
seirama dengannya
senada dengannya
sejantung dengannya
luka apapun terasa hilang dan meratap jauh
Puisi ibarat candu.
Seperti melekatnya angin dan ranting daun
Berbeda dengan candu lainya,
Puisi itu menentramkan
Puisi tidak hanya bertele-tele dengan kata-kata indah dan berbelit sukma
tetapi dengan hati
dengan jiwa manapun
Seperti mendekat pada pohon bernyanyi
Hidup diaatasnya dan bernyanyi
la, la, la....
Seakan pusi tu hidup bersamamu
mendekapmu dalam sepi dan ragu
Hanya tinggal hitam di atas putih dan kelabu
tapi,
Puisi itu warna pelangi
untuk indonesiaku,
Saat bersedih, bersendawa, bernyanyi riang beralun berbahagia
Dia berjalan untuk mendamaikan jiwa dan kalbu
Puisi itu candu untuk mendamaikan insan yang lara.
Keping lima saat tujuh
Berakhir
melihat klimaks dan serta nada
melantun bersama
Serta membuat individu menyaring informasi
membuat puisi itu jarang tervaksin dan bernoda
Berbicara sendiri dan terabaikan
membuat dia itu seakan berjalan seiringan dan akhirnya mati
Keping sepuluh saat tujuh kumbang
seakan mati
Itu lara
berkecimpung linangan
saatnya lah bersamanya hidup berdampingan
seperti pelangiku
Seperti akhirnya aku mengenalmu
Seperti aku tersenyum saat aku pertama kali bertegur sapa.
Riwayat karya
bertama kali tersenyum dengan puisi saat duduk dibangku merah dan putih
Saat mulai mengucap a b dan c
Puisi ditulis bersamaan dengan jiwa-jiwa yang sendu berwarna biru
saat putus kasih.
Mencoba duduk di plataran gedung soedarto menjelang panas mulai datang dan terburu-buru saat menjelang ujian pukul 10 beserta rumput yang bergoyang ramah padaku
mencoba merayu laptopku agar mau ku telanjangi keyboardnya
mengingat dahulu pernah memakan hasil dari mengirimkan puisi ke majalahm lokal ganesha dan banyak makanan saat maju melintang dalam lomba puisi saat bangku abu-abu membuat saya kangen akan kata-kata
ternyata memang puisi itu menentramkan dan bergejolak
saat mendaftar ketika pendaftaran sudah ditutup
seorang bapak berkemeja kotak serta bapak berkumis mengeluhkan mahasiswa
capek kerana berbusa-busa mengingatkan mereka
terasa lahirnya sebuah karya memang menjadi bagian hidup
|
Pelantaran Gedung Prof. Sudarto Tembalang |
23 April 2012
Rizki Kurnia Yuniasti
Jurusan Ilmu Komunikasi
D2C009131
Sepenggal Kisah
21 April 2012
Gedung Soedarto Undip
No Urut 75
0 Komentar